Pengertian Tindak Pidana Penganiayaan
Secara umum tindak pidana terhadap tubuh pada KUHP
disebut Penganiayaan. Dari segi tata bahasa, penganiayaan adalah suatu kata
jadian atau kata sifat yang berasal dari kata dasar ""aniaya"
yang mendapat awalan "pe" dan akhiran "an" sedangkan
penganiaya itu sendiri berasal dari kata benda yang berasal dari kata
aniaya yang menunjukkan subyek atau pelaku penganiayaan itu.
Dalam Kamus Bahasa
Indonesia (W.J.S Poerwadarminta 1994:48) mengatakan bahwa penganiayaan
adalah perlakuan sewenang-wenang(penyiksaa, penindasan, dan sbagainya).
Sedangkan KUHP sendiri tidak memberikan penjelasan tentang apa yang dimaksud
dengan istilah penganiayaan (mishandelling) selain hanya menyebut penganiayaan
saja, namun pengertian penganiayaan dapat ditemukan dalam beberapa
yurisprudensi, yaitu :
Arrest Hoge Raad tanggal 10 desember
1902 merumuskan bahwa penganiayaan adalah dengan sengaja melukai tubuh manusia
atau menyebabkan perasaan sakit sebagai tujuan, bukan sebagai cara untuk
mencapai suatu maksud yang diperbolehkan, seperti memukul anak dalam
batas-batas yang dianggap perlu yang dilakukan oleh orang tua anak itu sendiri
atau gurunya.
Arrest Hoge Raad tanggal 20 April 1925 menyatakan
bahwa penganiayaan adalah dengan sengaja melukai tubuh manusia. Tidak dianggap
penganiayaan jika maksudnya hendak mencapai justru tujuan lain dan dalam
menggunakan akal ia tak sadar bahwa ia telah melewati batas-batas yang tidak
wajar.
Arrest Hoge Raad tanggal Februari 1929 menyatakan
bahwa penganiayaan bukan saja menyebabkan perasaan sakit, tetapi juga
menimbulkan penderitaan lain pada tubuh.
Jadi beberapa pengertian dan penjelasan tersebut
dapat disimpulkan bahwa untuk menyebut seseorang itu telah melakukan
penganiayaan terhadap orang lain, maka orang tersebut harus mempunyai kesengajaan
(Opzetelijk) untuk:
-
Menimbulkan rasa sakit pada orang
lain-
-
Menimbulkan luka pada tubuh orang
lain-
-
Merugikan kesehatan orang lain
Dengan kata lain untuk menyebut seseorang telah
melakukan penganiayaan, maka orang itu harus mempunyai kesengajaan dalam
melakukan suatu perbuatan untuk membuat rasa sakit pada orang lain atau luka
pada tubuh orang lain ataupun orang itu dalam perbuatannya merugikan kesehatan
orang lain. Jadi unsur delik penganiayaan adalah kesengajaan yang menimbulkan
rasa sakit atau luka pada tubuh orang lain dan melawan hukum.
Mengenai ketentuan terkait
penganiayaan, Anda dapat melihat pada Pasal 351 – Pasal 358 Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (“KUHP”). Mengenai
yang dimaksud penganiayaan, tidak dijelaskan dalam KUHP. Pasal 351 KUHP hanya menyebutkan
mengenai hukuman yang diberikan pada tindak pidana tersebut:
Pasal 351 KUHP:
(1) Penganiayaan diancam dengan
pidana penjara paling lama dua tahun delapan
bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan
luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
(3) Jika mengakibatkan mati,
diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(4) Dengan penganiayaan disamakan
sengaja merusak kesehatan.
(5) Percobaan
untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
Mengenai penganiayaan dalam Pasal 351
KUHP, R. Soesilo dalam bukunya yang
berjudul Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, mengatakan bahwa
undang-undang tidak memberi ketentuan apakah yang diartikan dengan
“penganiayaan” itu. Menurut yurisprudensi, maka yang diartikan dengan“penganiayaan”
yaitu sengaja menyebabkan perasaan tidak enak (penderitaan), rasa sakit, atau
luka. Menurut alinea 4 pasal ini, masukpula dalam pengertian
penganiayaan ialah “sengaja merusak kesehatan orang”.
R. Soesilo dalam buku tersebut juga
memberikan contoh dengan apa yang dimaksud dengan “perasaan tidak enak”, “rasa
sakit”, “luka”, dan “merusak kesehatan”:
1. “perasaan tidak enak”
misalnya mendorong orang terjun ke kalisehingga basah,
menyuruh orang berdiri di terik matahari, dan sebagainya.
2. “rasa sakit” misalnya
menyubit, mendupak, memukul, menempeleng, dan sebagainya.
3. “luka” misalnya
mengiris, memotong, menusuk dengan pisau dan lain-lain.
4. “merusak kesehatan”
misalnya orang sedang tidur, dan berkeringat, dibuka jendela kamarnya, sehingga
orang itu masuk angin.
Menurut R. Soesilo, tindakan-tindakan
di atas, harus dilakukan
dengan sengaja dan tidak dengan maksud yang patut atau melewati batas yang
diizinkan.
Umpamanya seorang dokter gigi mencabut gigi dari pasiennya. Sebenarnya ia
sengaja menimbulkan rasa sakit, akan tetapi perbuatannya itu bukan
penganiayaan, karena ada maksud baik (mengobati). Seorang bapa dengan tangan
memukul anaknya di arah pantat, karena anak itu nakal. Inipun sebenarnya sengaja
menyebabkan rasa sakit, akan tetapi perbuatan itu tidak masuk penganiayaan,
karena ada maksud baik (mengajar anak). Meskipun demikian, maka kedua peristiwa
itu apabila dilakukan dengan “melewati batas-batas yang diizinkan”, misalnya
dokter gigi tadi mencabut gigi sambil bersenda gurau dengan isterinya, atau
seorang bapa mengajar anaknya dengan memukul memakai sepotong besi dan
dikenakan di kepalanya maka perbuatan ini dianggap pula sebagai penganiayaan.
Berdasarkan uraian di atas, jika
perbuatan isteri menggosok cabe di
wajah pacar suami dilakukan dengan sengaja, dan menyebabkan perasaan
tidak enak (penderitaan), rasa sakit, atau luka bagi orang lain (dalam hal ini,
pacar suami), maka perbuatan tersebut dapat dipidana sebagai tindak pidana
penganiayaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar