Rabu, 01 Januari 2014



Pengertian Tindak Pidana Penganiayaan
Secara umum tindak pidana terhadap tubuh pada KUHP disebut Penganiayaan. Dari segi tata bahasa, penganiayaan adalah suatu kata jadian atau kata sifat yang berasal dari kata dasar ""aniaya" yang mendapat awalan "pe" dan akhiran "an" sedangkan penganiaya itu sendiri berasal dari kata benda yang berasal dari kata aniaya yang menunjukkan subyek atau pelaku penganiayaan itu.
Dalam Kamus Bahasa Indonesia (W.J.S Poerwadarminta 1994:48) mengatakan bahwa penganiayaan adalah perlakuan sewenang-wenang(penyiksaa, penindasan, dan sbagainya). Sedangkan KUHP sendiri tidak memberikan penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan istilah penganiayaan (mishandelling) selain hanya menyebut penganiayaan saja, namun pengertian penganiayaan dapat ditemukan dalam beberapa yurisprudensi, yaitu :

Arrest Hoge Raad tanggal 10 desember 1902 merumuskan bahwa penganiayaan adalah dengan sengaja melukai tubuh manusia atau menyebabkan perasaan sakit sebagai tujuan, bukan sebagai cara untuk mencapai suatu maksud yang diperbolehkan, seperti memukul anak dalam batas-batas yang dianggap perlu yang dilakukan oleh orang tua anak itu sendiri atau gurunya.
Arrest Hoge Raad tanggal 20 April 1925 menyatakan bahwa penganiayaan adalah dengan sengaja melukai tubuh manusia. Tidak dianggap penganiayaan jika maksudnya hendak mencapai justru tujuan lain dan dalam menggunakan akal ia tak sadar bahwa ia telah melewati batas-batas yang tidak wajar.
Arrest Hoge Raad tanggal Februari 1929 menyatakan bahwa penganiayaan bukan saja menyebabkan perasaan sakit, tetapi juga menimbulkan penderitaan lain pada tubuh.
Jadi beberapa pengertian dan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk menyebut seseorang itu telah melakukan penganiayaan terhadap orang lain, maka orang tersebut harus mempunyai kesengajaan (Opzetelijk) untuk:

-       Menimbulkan rasa sakit pada orang lain-
-       Menimbulkan luka pada tubuh orang lain-
-       Merugikan kesehatan orang lain
Dengan kata lain untuk menyebut seseorang telah melakukan penganiayaan, maka orang itu harus mempunyai kesengajaan dalam melakukan suatu perbuatan untuk membuat rasa sakit pada orang lain atau luka pada tubuh orang lain ataupun orang itu dalam perbuatannya merugikan kesehatan orang lain. Jadi unsur delik penganiayaan adalah kesengajaan yang menimbulkan rasa sakit atau luka pada tubuh orang lain dan melawan hukum.



Mengenai ketentuan terkait penganiayaan, Anda dapat melihat pada Pasal 351 – Pasal 358 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”). Mengenai yang dimaksud penganiayaan, tidak dijelaskan dalam KUHP. Pasal 351 KUHP hanya menyebutkan mengenai hukuman yang diberikan pada tindak pidana tersebut:

Pasal 351 KUHP:
(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.

Mengenai penganiayaan dalam Pasal 351 KUHP, R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, mengatakan bahwa undang-undang tidak memberi ketentuan apakah yang diartikan dengan “penganiayaan” itu. Menurut yurisprudensi, maka yang diartikan dengan“penganiayaan” yaitu sengaja menyebabkan perasaan tidak enak (penderitaan), rasa sakit, atau luka. Menurut alinea 4 pasal ini, masukpula dalam pengertian penganiayaan ialah “sengaja merusak kesehatan orang”.

R. Soesilo dalam buku tersebut juga memberikan contoh dengan apa yang dimaksud dengan “perasaan tidak enak”, “rasa sakit”, “luka”, dan “merusak kesehatan”:
1.    “perasaan tidak enak” misalnya mendorong orang terjun ke kalisehingga basah, menyuruh orang berdiri di terik matahari, dan sebagainya.
2.    “rasa sakit” misalnya menyubit, mendupak, memukul, menempeleng, dan sebagainya.
3.    “luka” misalnya mengiris, memotong, menusuk dengan pisau dan lain-lain.
4.    “merusak kesehatan” misalnya orang sedang tidur, dan berkeringat, dibuka jendela kamarnya, sehingga orang itu masuk angin.

Menurut R. Soesilo, tindakan-tindakan di atas, harus dilakukan dengan sengaja dan tidak dengan maksud yang patut atau melewati batas yang diizinkan. Umpamanya seorang dokter gigi mencabut gigi dari pasiennya. Sebenarnya ia sengaja menimbulkan rasa sakit, akan tetapi perbuatannya itu bukan penganiayaan, karena ada maksud baik (mengobati). Seorang bapa dengan tangan memukul anaknya di arah pantat, karena anak itu nakal. Inipun sebenarnya sengaja menyebabkan rasa sakit, akan tetapi perbuatan itu tidak masuk penganiayaan, karena ada maksud baik (mengajar anak). Meskipun demikian, maka kedua peristiwa itu apabila dilakukan dengan “melewati batas-batas yang diizinkan”, misalnya dokter gigi tadi mencabut gigi sambil bersenda gurau dengan isterinya, atau seorang bapa mengajar anaknya dengan memukul memakai sepotong besi dan dikenakan di kepalanya maka perbuatan ini dianggap pula sebagai penganiayaan.

Berdasarkan uraian di atas, jika perbuatan isteri menggosok cabe di wajah pacar suami dilakukan dengan sengaja, dan menyebabkan perasaan tidak enak (penderitaan), rasa sakit, atau luka bagi orang lain (dalam hal ini, pacar suami), maka perbuatan tersebut dapat dipidana sebagai tindak pidana penganiayaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar